KEPALA SEKOLAH, DANA BOS, DAN ANTI KORUPSI

KEPALA SEKOLAH, DANA BOS, DAN ANTI KORUPSI
Oleh: Eka Ilham.S.Pd.,M.Si

Siang hari WhatsAppku berbunyi ternyata seorang sahabatku sejak SMA dan sekarang menjadi partnerku di sekolah sebagai guru yang di gaji oleh negara dari uang rakyat, isi pesan singkat tersebut mengatakan “sahabatku setiap aku mengikuti diklat profesionalisme guru, acap kali kami berbincang dan berdiskusi tentang sekolah masing-masing yang saya dapatkan adalah keluh kesah para guru tentang oknum kepala sekolah yang tidak transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran pendidikan yang ada di sekolah, hampir setiap oknum kepala sekolah menyalah gunakan anggaran tersebut, ternyata akar dari persoalan pendidikan adalah korupsi, apa pun sebutan buat kita guru, apa itu guru honorer, sukarela, guru tidak tetap, guru pns, guru sertifikasi, guru profesional, guru berintegritas, tidak akan mampu menyelesaikan persoalan pendidikan di setiap sekolah apabila oknum kepala sekolahnya tidak mampu terbuka dalam mengelola anggaran pendidikan disekolahnya" ujar sahabat seprofesiku di pesan singkatnya. 
Anggaran pendidikan 20% yang diperuntukkan untuk mengelola pendidikan oleh negara adalah anggaran yang sangat besar sekali. Kalaupun dikelola dengan baik maka tentunya akan memenuhi rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan. Tidak akan ada lagi anak negeri ini putus sekolah, tidak mampu membiayai sekolahnya, sarana dan prasarana pendidikan, peningkatan mutu guru, peningkatan dan pengembangan sumber daya manusianya. Data dari ICW tahun 2015 lembaga independen yang bergerak menangani masalah korupsi di Indonesia menyatakan bahwa penyumbang korupsi terbesar adalah disektor pendidikan yaitu di tingkat dikbudpora dan sekolah. Kondisi ini menimbulkan dampak pada pengelolaan pendidikan pada khususnya sekolah sebagai lembaga yang bersentuhan langsung dengan anggaran pendidikan seperti dana biaya operasional sekolah(BOS), beasiswa siswa miskin(BSM), beasiswa siswa berprestasi, beasiswa kompetensi kejuruan untuk SMK, dan bantuan-bantuan yang lainnya dalam bentuk sarana prasarana yang digelontorkan oleh pusat dan daerah dalam bentuk anggaran APBN maupun APBD dan dana hibah lainnya. Korupsi menjadi masalah yang sangat serius karena dapat membahayakan pembangunan pendidikan, sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak moral bangsa dan sendi-sendi kehidupan suatu bangsa. Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bersama-sama masyarakat belum menghasilkan perbaikan yang diharapkan bangsa Indonesia. Hal ini antara lain disebabkan tingginya tindak pidana korupsi, terutama yang dilakukan oleh oknum-oknum pegawai negeri atau penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan baik eksekutif, judikatif maupun legislatif. Hal ini dapat dilihat dari hasil survei transparan International Indonesia (TII), menunjukkan Indonesia merupakan negara paling korup nomor 6 dari 133 negara. Nilai indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia saat ini 2,3 yang ternyata lebih rendah daripada negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Bangladesh dan Myanmar. Korupsi di Indonesia sudah sampai pada taraf kejahatan pada korupsi pendidikan. Korupsi di sektor pendidikan dilakukan oleh oknum-oknum atau institusi pendidikan yang melakukan hubungan transaksioanal kolutif dengan oknum pemegang kekuasaan dan oknum-oknum stackholder pendidikan. Kepala sekolah sebagai pimpinan unit kerja dijadikan sapi perah oleh para oknum-oknum tersebut karena jabatan didapat bukan karena indikator kepribadian, manajemen, sosial, integritas dan profesionalisme namun berdasarkan pendekatan-pendekatan politik kekuasaan. Kalaupun ada berdasarkan profesionalisme persentasenya sangat kurang apalagi pada di daerah-daerah yang geopolitik kekuasaannya tinggi terutama pada masa-masa pilkada. 


Bagaimana kepercayaan terhadap kepala sekolah saat ini?

Kepercayaan masyarakat terhadap kepala sekolah saat ini sebagai leading sektor di unit kerjanya cenderung negatif(malas,korup,kurang melayani, tidak produktif, dan lain sebagainya) membutuhkan reformasi/perubahan terhadap pola pikir yang berorientasi pada pelayanan dan budaya kerja PNS/ASN. Ketika seseorang sebelum menjabat kepala sekolah terlebih dahulu reformasi pola pikir harus dimiliki. Selain itu faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi pola pikir seseorang untuk melakukan korupsi, oleh karenanya lingkungan yang bersifat negatif perlu dilakukan perubahan agar seorang kepala sekolah membawa prilaku-prilaku positif guna menjalankan pekerjaannya sehari-hari sesuai dengan konsep diri yang dimiliki setiap PNS/ASN. Konsep diri kepala sekolah akan terbentuk apabila selalu berbuat berdasarkan keikhlasan dalam menjalankan tugas. Kepala sekolah yang anti korupsi akan terpenuhi apabila memiliki pola pikir yang positif,  pertama bekerja sebagai pimpinan di unit kerja sekolah sebagai ibadah, kedua menghindari sikap tidak terpuji, ketiga bekerja secara profesional,ke empat berusaha meningkatkan kompetensi dirinya secara terus menerus, kelima pelayan pendidikan dan pengayom bagi guru serta lingkungan sekolahnya, keenam bekerja berdasarkan peraturan yang belaku, ketujuh tidak rentan terhadap perubahan dan terbuka serta bersikap realistis, kedelapan mampu bekerja dengan tim, kesembilan bekerja secara profesional, kesepuluh bijak terhadap persoalan dan para gurunya. Bila kita yaitu guru, kepala sekolah dan lingkungan sekolahnya mengubah keyakinan diri menjadi lebih baik, mengubah harapan-harapan menjadi lebih baik, mengubah sikap dan tingkah laku menjadi lebih baik berarti kita mengubah kinerja menjadi lebih baik. Karena itu suka dan tidak suka panggilan "Aku Kepala Sekolah Anti Korupsi" adalah konsep dan praktek pengelolaan pendidikan mutlak dipahami dan dilaksanakan di lingkungan aparatur pemerintah,  lingkungan kepala sekolah dan guru sebagai pelayan pendidikan dan sebagai penentu peningkatan sumber daya manusia dimana sekolah sebagai pemberi keteladanan untuk lingkungan sekolahnya.

Eka Ilham.S.Pd.,M.Si
Ketua Umum
Serikat Guru Indonesia(SGI) Bima

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SGI Bima: Buku Antologi Bhineka Dalam Karya Terbit

SGI Bima: N.Marewo Dalam Doa

SGI Bima: Pendidikan Dan Rantai Kemiskinan Oleh Rhenald Kasali