SGI Bima: Menolak Full Day School Delapan Jam Perhari Di Daerah

PRESS RILIS

SGI Bima: Menolak Full Day School Delapan Jam Perhari Di Daerah

Rencana pemerintah dalam hal ini Kemendikbud tentang pemberlakuan lima hari kerja pada sekolah mulai jenjang SD,SMP,SMA/SMK mendapat sorotan dari Serikat Guru Indonesia(SGI) Bima melalui Ketua Umum Eka Ilham.M.Si (14/06/2017).  Pemberlakuan delapan jam perhari pada sekolah mulai dari jam 0
7.00(Pagi)-16.00(Sore) telah melanggar hak-hak anak dalam pendidikannya, durasi waktu yang cukup lama menimbulkan banyak persoalan di lapangan. Kalau kita analisa delapan jam perhari berarti kita kalkulasikan ada empat puluh jam perminggu dalam lima hari tersebut.
Kami menilai banyak kerugian yang bisa terjadi apabila penerapan proses belajar mengajar lima hari ini terus dipaksakan,” ujar Eka, Ketua umum SGI Bima.
Pertama, terkait kemampuan dan daya serap belajar yang akan menguras pikiran siswa. Dapat kita lihat fakta dilapangan pada jam ke enam-delapan pada hari biasa siswa dalam menerima mata pelajaran sangat sulit untuk berinteraksi lagi dengan gurunya, apa lagi kalaupun gurunya tidak kreatif dan berinovasi dalam mengajar, kelas serasa membosankan.  Ini artinya jika kegiatan belajar mengajar ditambah sampai jam 16.00 maka keterserapan  pendidikan pada anak usia dini tidak akan maksimal.Kedua, terkait aspek mental spiritual. Pendidikan full day school ini akan mematikan peran dari madrasah dan Jika sekolah diberlakukan sampai sore hari maka praktis mereka tak bisa mengikuti kegiatan TPA dan ekstrakurikuler lainnya.Ketiga, terkait aspek akademik. Aturan belajar mengajar lima hari tentu pemberlakuan kurikulum seperti kurikulum K13 harus mengalami perubahan karena ini menyangkut daya serap siswa terhadap materi yang di ajarkan oleh para gurunya. Kalaupun hari ini proses pembelajaran seperti hari biasa maka itu tidak akan efekti bagi para siswa itu sendiri. Kurikulum lagi harus mengalami perubahan sesuai dengan pemberlakuan full day school tersebut.Keempat, terkait aspek kompetensi non akademik. Konsep lima hari sekolah, akan mengakibatkan ekstrakurikuler anak tidakg tersalurkan dengan baik karena sekolah bukan hanya sekedar menerima mata pelajaran dari gurunya yang sifatnya akademik. Contohnya,  siswa mempunyai keahlian dibidang olah raga, seni teater, musik, tari, dan ekstrakurikuler lainnya. Tidak akan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tersebut mengingat kegiatannya habis pada lima hari sekolahnya dari pagi sampai sore.Kelima, penambahan jam belajar anak sampai 16.00 akan mengakibatkan interaksi sosial anak dengan lingkungannya terbatas dan anak-anak usia dini tidak akan bermain dengan bebas sesuai dengan usianya. Ini mengakibatkan anak-anak akan mengalami tekanan dan stres terhadap pemberlakuan jam dari pagi sore ini. Anak-anak tidak bisa lagi mengenal lingkungan sekitarnya.Keenam,  Penambahan jam belajar sekolah akan mengakibatkan penambahan uang saku bagi anak dan guru. Karena kalaupun tidak membawa bekal dari rumah, siswa-siswi ini harus menambah uang saku dari orang tuanya untuk biaya makan mereka sampai sore yang mereka belanjakan di kantin sekolahnya. Begitupun gurunya akan menambah biaya lagi untuk pribadinya maupun biaya yang dikeluarkan oleh sekolah untuk makan dan minum para guru sampai sore. Bahkan pembelajaran ini diterapkan bisa saja para guru ini akan pulang sejenak kerumahnya masing-masing atau membeli makanan diluar pada saat proses jam belajar maupun jam istrahat. Ketujuh, terkait ekonomi, kebanyakan para siswa di daerah terutama dipelosok-pelosok terpencil, mata pencaharian kedua orang tuanya adalah petani, nelayan dan buruh. Tentuny anak-anak ini pada hari biasa sebelum pemberlakuan full day school atau lima hari sekolah, kebiasannya mereka membantu kedua orang tuannya disawah, laut, ladang dan kegiatan yang mendatangkan nilai ekonomi bagi keluarga, dengan pembelakuan ini, mereka sudah tidak bisa lagi membantu kedua orang tuanya.Kedelapan, program ini harus dibarengi dengan kesiapan sarana dan prasarana sekolah. Untuk didaerah-daerah yang memiliki sarana dan prasarana yang tidak memadai mengakibatkan proses belajar tidak efektif. Kesembilan, pihak orang tua belum terbiasa dengan aktivitas anak-anaknya sekolah sampai sore. Begitupun gurunya memiliki batasan dalam mengajarkan siswa- siswinya, apabila tidak dibarengi dengan metode mengajar dan mendidik yang menarik maka suasana kelas menjadi membosankan.Kesebelas, seberapa efektif pembelakuan full day school ini pada pembinaan karakter anak. Karena pembinaan karakter anak bukan hanya pada aspek akademik namun aspek non akademik harus diperhatikan juga.Keduabelas,seberapa siapkah tenaga pendidik  terbiasa dengan aktifitas mengajar sampai sore dan efektifitas dari proses belajar mengajar ini.
Berangkat dari pertimbangan di atas kami Serikat Guru Indonesia(SGI) Bima bersama induk organisasi di FSGI Pusat agar Mendiknas mempertimbangkan kembali tentang full day school ini atau delapan jam lima hari sekolah sampai sore agar tidak diseragamkan seperti di kota-kota besar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SGI Bima: Buku Antologi Bhineka Dalam Karya Terbit

SGI Bima: N.Marewo Dalam Doa

SGI Bima: Pendidikan Dan Rantai Kemiskinan Oleh Rhenald Kasali